Wed. Sep 4th, 2024
Sumber: Tribunnews

Terhitung Kamis (31/1/2013) pukul 00.00 WIB, PT Metro Batavia berhenti melayani penumpang. Penghentian layanan transportasi udara ini dilakukan, karena Keputusan Pengadilan Niaga Jakarta memutuskan Batavia Air pailit. Keputusan ini dibuat menyusul permohonan pailit gugatan pailit dari perusahaan sewa pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC). Perusaan ini menyatakan bahwa Batavia Air lalai membayar uang sewa pesawat.

Akibat dari keputusan ini, para penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket untuk keberangkatan sejak Kamis menjadi terlantar. Mereka yang sudah terlanjur siap di bandara menjadi bingung karena meja layanan Batavia Air tidak beroperasi lagi. Penumpang yang memegang tiket untuk hari-hari berikutnya juga cemas atas nasib tiket yang sudah telanjur dibayar. Apa yang harus dilakukan oleh konsumen? Ada beberapa pilihan:

a. Mengurus Sendiri

Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) no 8/1999, konsumen  memiliki hak untuk hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Ganti rugi di sini tidak hanya mendapatkan kembali uang pengembalian tiket, tetapi juga kompensasi atas kerugian yang timbul akibat gagalnya penyediaan alat transportasi itu. Misalnya untuk mengurus pengembalian tiket itu konsumen harus mengeluarkan ongkos transportasi dan pembelian pulsa. Ini juga dapat diklaim dalam tuntutan.

Konsumen bisa mengajukan permintaan ganti rugi kepada kantor maskapai Batavia Air.

b. Mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Banyak konsumen yang meskipun dirugikan namun enggan untuk menuntut haknya. Mengapa? Karena prosesnya berbelit. Apalagi jika sudah sampai pada urusan hukum, maka semakin ribet. Untuk itulah UUPK membentuk sebuah badan arbitrase yang disebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan ini terdiri dari unsur konsumen, pelaku usaha dan pemerintah.

UUPK mengamanatkan bahwa BPSK harus dibentuk di setiap kabupaten dan kota. Namun sayangnya, belum semua kabupaten atau kota sudah memiliki BPSK. Konsumen dapat mengecek alamat  kantor BPKS terdekat yang dapat dilihat di sini.

Kasus yang diadukan oleh konsumen akan diputuskan oleh BPSK berdasarkan bukti-bukti yang ada. Keputusan yang dikeluarkan oleh BPSK ini bersifat final. Artinya tidak ada mekanisme banding jika ada pihak yang tidak puas atas keputusan tersebut.

c. Mengadu ke Lembaga Konsumen

UU Perlindungan Konsumen juga mengakui peran lembaga konsumen swadaya masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak konsumen. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengadu kepada lembaga konsumen.  Jumlah lembaga konsumen di Indonesia masih sedikit. Hampir semuanya hanya ada di kota. Lembaga Konsumen yang sudah terkenal adalah YLKI. Alamatnya: Alamat YLKI : Jl. Pancoran Barat VII/1 Duren Tiga, Jakarta Selatan. Email     : konsumen@rad.net.id.  Telp : 021-7971378 / 7981858. Faksimili : 021- 7981038. Bagi konsumen yang berada di Yogyakarta dapat menghubungi Lembaga Konsumen Yogyakarta dengan alamat , Jl. Sukonandi II No 4a, Semaki,Tlp 0274-554457.

Tatacara pengaduan di lembaga konsumen adalah:

1. Mengisi formulir pengaduan yang berisi identitas pengadu, kronologi pengaduan dan tuntutan konsumen.

2. Menyerahkan fotokopi identitas

3. Membuat surat kuasa

4. Menyerahkan barang bukti.

Setelah menerima pengaduan, lembaga konsumen akan mempelajari kasusnya setelah itu menghubungi pelaku usaha untuk menyampaikan pengaduan konsumen. Kasus ini juga dilaporkan kepada instansi terkait sebagai tembusan. Misalnya dalam kasus Batavia Air ini, instansi terkaitnya adalah Departemen Perhubungan.

Apabila pelaku usaha memberikan tanggapannya, maka lembaga konsumen meneruskannya kepada konsumen. Biasanya pelaku usaha memberikan klarifikasi, meminta maaf dan bersedia memberikan ganti rugi kepada konsumen. Jika konsumen puas dengan tanggapan pelaku usaha, maka proses dinyatakan selesai.

Apabila tidak ada titik temu, maka lembaga konsumen akan bertindak sebagai mediator untuk mempertemukan antara pihak konsumen dan produsen.  Apabila telah dicapai kesepakatan, maka isi kesepakatan itu dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan. Tahap akhir dari proses mediasi adalah mengimplementasikan hasil kesepakatan.

Akan tetapi jika terjadi kebuntuan alias alias deadlock, maka kasus berlanjut ke proses pengadilan atau litigasi. Dalam hal ini, lembaga konsumen tidak lagi sebagai mediator yang berada di tengah-tengah, tetapi bertindak sebagai pembela konsumen. Dalam pengalaman, banyak kasus bisa selesai dalam proses mediasi.

d. Gugatan Kelompok

Pilihan berikutnya adalah gugatan kelompok atau class action. Jika ada banyak konsumen mengalami kerugian yang sama, maka dimungkinkan adanya gugatan kelompok. Gugatan dilakukan oleh salah satu konsumen saja, mengatasnamakan kelompok konsumen, namun keputusan hakim yang dijatuhkan berlaku untuk semua konsumen yang mengalami situasi yang sama. Misalnya, ada penumpang Batavia Air bernama pak Joko mengajukan gugatan class action. Jika hakim menjatuhkan putusan agar tergugat membayar gagti rugi sejumlah tertentu kepada pak Joko, maka konsumen lain yang mengalami nasib serupa (walau tidak ikut menggugat) dapat memperolah ganti rugi yang sama. Yang dibutuhkan hanyalah bukti transaksi.

Semoga informasi ini bermanfaat bagi penumpang Batavia Air. Sesungguhnya Undang-undang Perlindungan Konsumen telah menyediakan seperangkat cara bagi konsumen untuk menuntut hak-haknya. Apalagi dalam UUPK ini juga diterapkan asas pembuktian terbalik untuk semakin memudahkan konsumen. Dalam asas peradilan umum, siapa yang menggugat maka dia berkewajiban untuk melakukan pembuktian. Akan tetapi dalam peradilan konsumen, kewajiban pembuktian itu dibebankan kepada pelaku usaha. Ambil contoh dalam kasus Batavia Air ini jika ada konsumen yang menggugat ganti rugi karena kehilangan peluang usaha gara-gara batal terbang, maka pihak tergugat yang berkewajiban membuktikan yang menyanggah adanya kerugian tersebut. Semoga bermanfaat.

[Penulis adalah deklarator Lembaga Konsumen Yogyakarta]

By Cholis