Mon. Nov 4th, 2024

Oleh : Purnawan KristantoAktivis konsumen pada YLKI Yogyakarta

Tak banyak hal lain dalam kebudayaan kita yang mampu menandingi kemampuan televisi yang luar biasa untuk menyentuh anak-anak dan mempengaruhi cara berpikir serta perilaku mereka (Peggy Chairen, pendiri Action for Children Television).

 

Anak-anak bukanlah orang dewasa mini karena mereka belum mempunyai kematangan cara berpikir dan bertindak.  Ia berada pada tahap sosialisasi dengan melakukan pencarian informasi di sekitarnya dalam rangka membentuk identitas diri dan kepribadiannya.  Sumber informasi utama bagi anak adalah dari keluarga. Setelah itu, ia mengumpulkan informasi lainnya dari teman sebaya, sekolah, masyarakat dan media massa. 

Pada keluarga modern sekarang ini ada kecenderungan semakin sedikitnya waktu untuk berinteraksi antara orang tua dan anak-anak karena kesibukan kerja.  Sementara itu, semakin tingginya angka kriminalitas dan semrawutnya lalu lintas di perkotaan , meningkatkan kecemasan orang tua terhadap keselamatan anak-anaknya.  Karena itu, mereka merasa lebih tenang bila anak mereka berdiam diri di rumah seusai sekolah. Perubahan sosial ini berarti menambah intensitas anak di dalam menonton televisi.  Padahal kita ketahui, di luar acara keagamaan, tidak ada satupun acara TV swasta yang tidak diselingi penayangan iklan.  Semakin bagus acara itu, semakin banyak pula iklannya.  Hal ini tidak dapat dihindarkan karena sumber pembiayaan stasiun TV swasta adalah dari iklan saja.  Setiap upaya pembuatan acara TV selalu dilandasi motif untuk menjual, menjual dan menjual. Sehingga seperti kata Milton Chen dalam bukunya Chlidren and Television, "acara TV komersial yang kita saksikan hanyalah umpan untuk mendekatkan kita dengan iklan".

Daya Tarik Emosional

Pada umumnya fungsi dari iklan adalah untuk memberi informasi dan melakukan persuasi.  Tujuan dari pemberian informasi adalah untuk (a) memperkenalkan produk baru atau perubahan pada produk lama, (b) menginformasikan karakteristik suatu produk, dan ©. memberi informasi  tentang harga dan ketersediannya. Sedangkan tujuan dari persuasi adalah untuk meyakinkan konsumen tentang manfaat (benefit) suatu produk, untuk mengajak konsumen agar membeli produk dan untuk mengurangi keragu-raguan setelah membeli atau mengkonsumsi produk.

Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan itu, kalangan pengiklan bisa menggunakan daya tarik emosional yaitu dengan menyentuh rasa senang, gembira, kasihan, gengsi, takut sedih dll, atau daya tarik rasional dengan memberi informasi tentang kelebihan dan kekurangan suatu produk.

Untuk iklan yang ditujukan buat anak-anak, pengiklan lebih sering  memakai daya tarik emosional karena didukung kenyataan bahwa 75 % keputusan manusia dilandasi oleh faktor emosi. Selain itu daya tarik emosi juga mempunyai keunggulan yaitu (a). lebih menarik perhatian anak (b). klaim pada iklan lebih gampang diingat dan, ©. dapat menjadi faktor diferensiasi dari produk sejenis yang jadi pesaingnya.  Sebagai contoh, kebanyakan kandungan miultivitamin hampir sama, tapi merek multivitamin yang diiklankan oleh Joshua ternyata lebih laris manis. Karena itulah para pembuat iklan anak lebih senang menampilkan tokoh idola anak-anak-anak, membuat visualiasi yang menerbitkan selera memberikan hadiah (gimmick), atau memakai musik yang riang gembira daripada memberikan informasi yang obyektif. dan memadai.

Umumnya anak-anak belum mampu menapis informasi dari iklan yang dapat dipakai untuk membuat keputusan dalam membeli suatu produk. Hal ini ditunjukkan hasil penelitian LP2K (Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen) tahun 1995, bahwa 94,2 % responden anak-anak pernah membeli produk yang diiklankan TV karena tertarik pada bintang iklannya.  Survei serupa oleh CERC (Consumer Education and Research Center) di India, mendapati 75 % anak-anak mengaku pernah meminta orang tua membelikan produk yang diiklankan TV. Mereka juga hapal siapa teman, tetangga atau saudaranya yang memakai produk yang sama.

Iklan Pangan

Di banyak negara, termasuk Indonesia, iklan yang paling sering muncul pada acara yang ditujukan untuk anak-anak adalah kateogri pangan.  Kenyataan ini perlu dicermati secara kritis karena iklan bisa membentuk pola makan yang buruk pada masa anak-anak.  Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa anak-anak ini akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti. 

Efek yang paling disoroti adalah munculnya gejala obesitas (kegemukan) yang dikaitkan dengan intensitas menonton TV.  Semakin seringnya anak nongkrong di depan TV apalagi ditambahi dengan aktifitas ngemil, berarti semakin sedikit anak melakukan aktifitas fisik yang bisa membakar kalori menjadi energi. Kelebihan kalori ini kemudian disimpan menjadi lemak yang menyebabkan kegemukan.  Jurnal Pediatrics terbitan Amerika Serikat menyebutkan bahwa setiap penambahan alokasi waktu  menonton TV sebesar 1 jam akan meningkatkan kemungkinan obesitas sebesar 2 persen.

Penelitian LP2K juga menunjukkan bahwa waktu menonton anak di Semarang, rata-rata 4 jam/hari.  Sedangkan penelitian Pratanthi Pudji Lestari (1996) di Bogor mendapati anak-anak yang obesitas menonton TV selama 4,65 jam/hari dan anak yang tidak obesitas 3,13 jam/hari. Padahal idealnya tidak lebih dari 2 jam/hari.  Penelitian ini mendukung hasil penelitian di AS bahwa ada kecenderunbgan anak-anak meluangkan waktu untuk menonton TV lebih banyak daripada kegiatan apapun lainnya kecuali tidur.

Selain obesitas, persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah kandungan zat-zat gizi dalam makanan yang digemari anak-anak.  Pertama, kandungan garam.  Garam mengandung unsur Natrium dan Sodium yang berfungsi sebagai elektrolit tubuh.  Makanan yang kurang garam memang terasa hambar, namun kandungan garam yang berlebihan bisa menimbulkan ketidak-seimbangan elektrolit tubuh.  Hal ini sangat riskan bagi penderita tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

Menurut penelitian Puslitbang Gizi Bogor (1995), kandungan garam pada makananan jajanan hasil olahan pabrik lebih tinggi daripada hasil olahan rumah tangga. Biskuit yang rasanya manis, ternyata kandungan garamnya sangat tinggi (1.395,5 mg/100 gram makanan). Demikian juga dalam mie instant untuk berbagai merek dan rasa, apalagi dalam bumbunya, kandungan garamnya sangat tinggi.  Setiap bungkus bumbu mie instant mengandung 3.448-4.940 mg. Kandungannya lebih tinggi lagi terdapat pada mie instant rasa pedas (tampaknya setiap penambahan rasa pedas perlu disertai penambahan rasa asin. ). Padahal angka kecukupan garam untuk anak-anak adalah 2.858 mg/hari.

Kedua, kandungan kolesterol.  Kolesterol adalah  unsur penting dalam lemak dari keluarga sterol. Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan pengapuran pembuluh darah yang menyumbat arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan terganggunya suplai oksigen ke otak sehingga berresiko terkena serangan stroke.

Hasil penelitian terakhir menunjukan bahwa penyakit jantung koroner sebenarnya mulai timbul pada masa anak-anak.  Studi di AS menunjukkan 25 dari 100 anak mempunyai tingkat kolesterol yang sudah mendekati batas aman.  Penelitian lain menemukan  bahwa pengapuran pembuluh darah terjadi justru pada usia 5-10 tahun. Pada remaja usia 18 tahun sudah ditemukan adanya garis lemak yang melapisi pembulunh darah koroner.

Lalu bagaimana kandungan lemak pada makanan?  Hasil pengujian YLKI (1997) terhadap fast food menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara komposisi gizi produk yang dipasarkan di Indonesia dan di AS. Perbedaan yang paling mencolok adalah kandungan lemak yang lebih tinggi di Indonesia.  Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 20 % dari total kecukupan energi. Hasil pengujian menunjukkan 1 porsi burger keju menyumbang lemak 26,4 % dari total kecukupan energi untuk anak, 1 porsi kentang goreng 42 % dan ayam goreng 41,7 %.  Di sini terlihat bahwa sumbangan lemak dari fast food sangat tinggi. Padahal jumlah itu belum termasuk jika anak menambah porsi atau makanan lain yang dikonsumsi dalam satu hari itu.

Ketiga kandungan MSG (MonoSodium Glutamate).Banyak makanan jajanan anak (snack) dan mie isntant yang mengandung MSG. Fungsi MSG adalah sebagai penyedap rasa berupa rasa gurih. MSG sebenarnya tidak mempunyai nilai gizi, malah tidak ada manfaat sama sekali bagi tubuh manusia.  Bahkan pemakaian yang berlebihan (di atas 120 mg/kg berat badan/hari) dapat membahayakan kesehatan.  Akibat yang sudah diketahui adalah timbulnya Sindroma Restoran Cina. Gejalanya berupa rasa haus, mual, pegal-pegal pada tengkuk, sakit dada dan sesak napas yang timbul 20-30 menit setelah mengkonsumsi MSG yang berlebihan. Akibat lainnya adalah resiko penyakit kanker. Penelitian di Jepang menyimpulkan bahwa MSG jika dipanaskan pada suhu sangat tinggi bisa berubah menjadi karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker). Tapi untuk hal ini masih ada silang pendapat para pakar.

Keempat, kandungan gula. Anak-anak sangat menyukai makanan yang manis-manis seperti permen, coklat, minuman ringan, sirup, kue dll. Gula adalah sumber kalori yang tinggi. Bila tidak dibakar, gula bisa berunbah menjadi lemak. Selain itu,  gula juga bisa menyebabkan kerusakan gigi (karies) pada anak-anak.

Pengaturan Iklan

Mengingat adanya efek negatif dari iklan yang ditujukan pada anak-anak khususnya iklan makanan, sudah sepatutnya mulai dibuat peraturan periklanan untuk anak-anak.  Sayangnya masalah iklan untuk anak-anak ini belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen no 8/1999.  Padahal di negara-negara maju yang "lebih kapitalistik" dari Indonesia, mereka sudah lama peduli pada nasib anak-anak dan mulai membatasi iklan pada acara TV anak-anak.

Negara Swedia dan Norwegia melarang iklan untuk anak di bawah 12 tahun dan sama sekali melarang iklan di acara TV untuk anak.  Australia melarang iklan pada acara anak pra sekolah dan menetapkan iklan makanan tidak boleh memberikan penafsiran ganda. Negara Belgia melarang penayangan iklan 5 menit sebelum dan sesudah acara anak dan iklan permen harus mencantumkan gambar sikat gigi. Negara Denmark dan Finlandia melarang sponsorship di acara anak. Di Denmark iklan snack, minuman ringan dan coklat dilarang mengklaim sebagai pengganti makanan. Negara Inggris menentukan bahwa iklan tidak boleh mendorong konsumsi sesering mungkin. Sedangkan AS mewajibkan setiap iklan makanan harus mendorong agar anak menjadi sadar gizi.

Karena itulah, sudah saatnya bagi pihak-pihak yang peduli pada perlindungan anak-anak untuk segera melakukan tindakan untuk menghentikan eksploitasi kepentingan komersial terhadap anak-anak . Caranya adalah dengan mendesakkan pengaturan iklan anak-anak pada UU Penyiaran.***

6 thoughts on “IKLAN TV MERUSAK POLA KONSUMSI ANAK”
  1. Setuju bahwa perlu pengiklan perlu lebih bertanggung jawab dalam penyampaian pesan dan isi pesan itu sendiri. Setuju juga bahwa aturan main yang lebih spesifik bisa membantu, tapi apa iya ini cara yang paling efektif untuk mendorong perubahan?

    Bagaimana bila ada gerakan konsumen yang sudah ada lebih efektif dalam memakai media (tradisional dan online) dalam edukasi masa? Mungkin yang diperlukan adalah gerakan seperti “Turn Off Your TV Day.”

Comments are closed.