REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Kecenderungan masyarakat mengonsumsi makanan impor ternyata berIsiko terhadap kondisi kesehatan. Sebab, tak jarang makanan makanan impor, seperti makanan siap saji yang dikonsumsi masyarakat justru kandungan gizinya tidak memenuhi standar. Bahkan, makanan tersebut diduga banyak mengandung bahan kimia berbahaya yang tentunya bisa berdampak buruk pada kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar lebih banyak mengkonsumsi makanan lokal yang justru kandungan gizinya lebih baik.
“Saat ini, tingkat kerawanan makanan terhadap penggunaan bahan-bahan kimia sangat tinggi. Masyarakat pun kini cenderung memilih makanan yang instan atau makanan impor. Padahal, itu belum tentu bagus dan baik untuk kesehatan karena banyak mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan,” kata Hadi Siswanto, pakar kesehatan dari Universitas Indonesia.
Saat ini, lanjutnya, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa buah, sayur atau bahan makanan lokal yang jika didalamnya terdapat ulat, maka itu tidak baik dan buruk untuk kesehatan. Padahal sebaliknya. Menurut Hadi, jika hal itu terjadi, justru menandakan bahwa makanan tersebut bebas dari bahan kimia berbahaya. “Kalau ada ulatnya kan gampang, tinggal disisihkan saja,” katanya.
Hadi mengatakan, saat ini banyak makanan impor yang masuk ke Indonesia seperti buah, sayur dan makanan siap saji lainnya. Secara fisik, sambungnya, makanan impor tampilan luarnya memang bagus dan mulus. Namun, ia mengimbau agar warga tidak tertipu akan tampilan tersebut. Sebab, tampilan luar yang bagus itu menandakan jika makanan tersebut mengandung bahan kimia.
“Contoh lain yang bisa dilihat adalah cabai yang ada di supermarket. Banyak yang sudah dikeringkan atau dibuat saus. Akibatnya, kandungan gizinya berkurang dan mungkin sudah tercampur bahan kimia. Padahal cabai itu sumber vitamin c,” ucap Hadi. Oleh karena itu, ia pun mengimbau agar masyarakat kembali ke makanan asli Indonesia. Karena selain bebas dari bahan kimia, kandungan gizinya juga sangat baik.
Menurut Hadi, dalam memilih makanan, masyarakat harus dibantu oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Industri dan Perdagangan. Lembaga pemerintah tersebut seharusnya melakukan pengawasan secara rutin dan tidak hanya pada momen tertentu saja, seperti hari raya atau hari besar lainnya.
Jika dalam pengawasan tersebut ditemukan adanya pelanggaran dan hal lain yang menurut sejumlah instansi tadi membahayakan dan tidak baik dikonsumsi masyarakat, maka sebaiknya hal itu diumumkan kepada masyarakat luas. “Selain tetap melakukan pembinaan, sebaiknya jika ditemukan adanya pelanggaran harus diberikan tindakan tegas atau sanksi agar hal tersebut tidak terulang,” tandasnya. (edisi 10 Agustus 2012)
Back when i was children and teenagers